ASKEP Decompensasi cordis
KONSEP DASAR
A.
Pengertian
Decompensasi cordis
adalah keadaan patofisiologik dimana jantung pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Price, 1994: 583). Pengertian lain
menyebutkan bahwa dekompensasi cordis
adalah ketidakmampuan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme dan kebutuhan oksigen jaringan (Doenges, 2000: 48). Dari pengertian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dekompensasi cordis merupakan
keadaan jantung yang sudah tidak mampu lagi memompa darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh.
B.
Anatomi
Ruangan jantung bagian atas
atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah atau
ventrikel oleh suatu anulus fibrosus. Secara fungsional jantung dibagi menjadi
alat pompa kanan dan alat pompa kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi
paru-paru dan darah bersih ke peredaran darah sistemik. Pembagian fungsi
ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomis: vena
kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria pulmonalis, paru-paru, vena
pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteriola, kapiler, venula,
vena, vena kava.
C.
Etiologi
Menurut Price (1994:584) decompensasi
cordis adalah sebagai berikut:
1.
Kelainan mekanis.
a.
Peningkatan beban tekanan
1)
Sentral (stenosis aorta dan sebagainya)
2)
Perifer (hipertensi sistemik dan
sebagainya)
b.
Peningkatan beban volume (regurgitasi katub,
pirau, peningkatan beban awal dan sebagainya)
c.
Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis
mitralis atau trikus pidalis).
d.
Tamponade perikardium.
e.
Restriksi endokardium atau miokardium.
f.
Aneurisme ventrikel.
g.
Dis sinergi ventrikel.
2.
Kelainan miokardium
a.
Primer
1)
Kardiomiopati.
2)
Miokarditis.
3)
Kelainan metabolik.
4)
Toksisitas, (alkohol, obat dan sebagainya).
5)
Presbikardia.
b.
Kelainan dis-dinamik sekunder (sekunder terhadap
kelainan mekanis) .
1)
Kekurangan oksigen (penyakit jantung koroner).
2)
Kelainan metabolik.
3)
Inflamasi.
4)
Penyakit sistemik.
5)
Penyakit paru obstruktif menahun.
3.
Berubahnya irama jantung atau urutan konduksi.
a.
Henti jantung.
b.
Fibrilasi.
c.
Takikardi atau bradikardi yang berat.
d.
Asinkronisasi listrik, gangguan konduksi.
D.
Gejala klinis
Klasifikasi fungsional dari
the new york heart association umum dipakai untuk menyatakan hubungan antara
awal gejala dan derajat latihan fisik yaitu:
Kelas I: Bila klien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
Kelas II: Bila klien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari
aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.
Kelas III: Bila klien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan.
Kelas IV: Bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, klien
harus tirah baring.
Adapun tanda dan gejalanya menurut Chung (1995: 234-236) adalah sebagai
berikut:
1.
Kelelahan/ kelemahan.
2.
Dispnea.
3.
Ortopne.
4.
Dispne nokturia paroksimal.
5.
Batuk.
6.
Nokturia.
7.
Anoreksia.
8.
Nyeri kuadran kanan atas.
9.
Takikardia.
10. Pernapasan
cheyne-stokes.
11. Sianosis.
12. Ronkhi
basah
13. Peninggian
tingkat pulsasi vena jugularis.
14. Hepatosplenomegali.
15. Asites.
16. Edema
perifer
E.
Pengkajian fokus
Menurut Doenges (2000: 52)
pengkajian fokusnya adalah sebagai berikut:
1.
Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Keletihan
atau kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda : Gelisah, perubahan status
menilai mental, misal letargi, tanda vital berubah pada aktivitas.
2.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat
hipertensi, episode gagal jantung kiri (sebelumnya), penyakit katub jantung, endokarditis,
sistemik lupus erythematosus, anemia, syok septik.
Bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen :sabuk
terlalu ketat” (pada gagal bagian kanan).
Tanda : Tekanan darah mungkin
darah rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau kronis) atau tinggi
(kelebihan beban cairan). Tekanan nadi mungkin sempit, menunjukkan penurunan
volume sekuncup, frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri).
Bunyi jantung: S2 (gallop) adalah
diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2
mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan
adanya stenosis katub atau insufisiensi.
Punggung kuku: pucat atau sianotik dengan
pengisian kapiler lambat. Hepar: pembesaran atau dapat teraba: reflek
hepatojugularis. Bunyi napas: brekels, ronki.
3.
Integritas ego
Gejala : Ansietas,
kuatir, batuk, stres yang berhubungan dengan penyakit atau keprihatinan finansial.
Tanda : Berbagai manifestasi
prilaku, misal ansietas, marah, ketakutan, mudah tersinggung.
4.
Eliminasi
Gejala : Penurunan
berkemih, abdomen berwarna gelap, berkemih malam hari, diare atau konstipasi.
5.
Makanan/ cairan.
Gejala : Kehilangan
nafsu makan, mual/ muntah, penambahan BB signifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, pakaian atau sepatu sesak, diet tinggi garam atau makanan
yang telah diproses, lemak, gula dan kafein, penggunaan diuritik.
Tanda : Penambahan berat badan
tetap.
Distensi abdomen (asites), edema, (umum,
depender, tekanan, pitting).
6.
Hygiene
Gejala : Keletihan
atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan
kelalaian perawatan personal.
7.
Neurosensori
Gejala : Kelemahan,
pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut
pikiran, disorientasi, mudah tersinggung.
8.
Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri
dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas, sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah,
fokus menyempit (menarik diri), prilaku melindungi diri.
9.
Pernafasan
Gejala : Dispnea
saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal, batuk
dengan tanpa pembentukkan sputum, riwayat penyakit paru kronis, gangguan
bantuan pernapasan.
Tanda : Pernafasan takipnea,
nafas dangkal, batuk kering/ nyaring/ non produktif atau terus menerus dengan
tanpa sputum, dengan krakels basiler dan mengi.
Fungsi mental: mungkin menurun, letargi,
kegelisahan, warna kulit: pucat atau sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan
dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi
sosial
Gejala : Penurunan
keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran
atau pengajaran
Gejala : Menggunakan
atau lupa menggunakan alat-alat jantung.
Tanda : Bukti tentang
ketidakberhasilan atau meningkatkan.
F.
Patofisiologi
Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal
jantung menurut Price (1994: 583) adalah sebagai berikut:
1.
Gagal jantung kiri
Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah jantung
menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau kelelahan. Sedangkan
akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan volume akhir diastole meningkat
sehingga terjadi bendungan vena pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru.
Akibat adanya sisa tekan di ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi
sel yang menyebabkan kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan
akhirnya terjadi peningkatan beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru
dan akhirnya terjadi oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi
kordis karena dinding kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat
mengakibatkan perdarahan.
2.
Gagal jantung kanan
Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan
aliran darah ke paru-paru menurun ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan
dan volume akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di
atrium kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat bendungan di vena
kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung akhirnya timbul hepatosplenomegali,
asites, edema perifer terutama kaki.
G.
Pathways
H.
Fokus intervensi
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial (Doenges, 2000: 55).
Kriteria
hasil:
a.
Menunjukkan tanda vital dalam batas normal.
b.
Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
c.
Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja
jantung.
Intervensi:
a.
Palpasi nadi perifer dan pantau tekanan darah.
b.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
c.
Pantau haluaran urine.
d.
Kaji perubahan pada sensori, contoh: letargi,
bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
e.
Periksa nyeri tekan betis, pembengkakan, kemerahan
lokal atau pucat pada ekstremitas.
f.
Pemberian cairan IV, hindari cairan garam.
2.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus.
a.
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada
jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksigenasi dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernapasan.
b.
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/ situasi.
Intervensi:
a.
Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengio.
b.
Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam.
c.
Dorong perubahan posisi sering.
d.
Pertahankan duduk dengan posisi semi fowler,
gotong tangan dengan bantal.
e.
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi.
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen/ kebutuhan, kelebihan.
Kriteria
hasil:
a.
Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi
kebutuhan perawatan diri sendiri.
b.
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital
dalam batas normal selama aktivitas.
Intervensi:
a.
Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.
b.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
c.
Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri,
obat.
d.
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
e.
Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai
indikasi.
f.
Kolaborasi program rehabilitasi jantung/ aktivitas.
4.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/ air.
Kriteria
hasil:
a.
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran, berat badan stabil dan tak ada edema.
b.
Menyatakan pemahaman tentang/ pembatasan cairan
individual.
Intervensi:
a.
Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna.
b.
Pantau/ hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran
selama 24 jam.
c.
Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler.
d.
Timbang berat badan tiap hari.
e.
Pantau tanda vital (TD).
f.
Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, misal:
distensi abdomen, konstipasi.
g.
Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil dan
sering.
5.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema,
penurunan perfusi jaringan.
Kriteria
hasil:
a.
Mempertahankan integritas kulit.
b.
Mendemonstrasikan prilaku/ teknik mencegah kerusakan
kulit.
Intervensi:
a.
Lihat kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema,
area sirkulasinya terganggu/ pigmentasi, atau kegemukan/ kurus.
b.
Ubah posisi sering di tempat tidur/ kursi, bantu
latihan rentang gerak pasif/ aktif.
c.
Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan
kelembapan/ eksresi.
d.
Hindari obat intramuskuler.
e.
Kolaborasi pemberian tekanan alternatif/ kasur.
6.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
Tujuan
dan Kriteria hasil:
a.
Meningkatkan masukan oral.
b.
Menunjukkan tidak adanya tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi:
a.
Identifikasi faktor-faktor yang mendukung, mual-muntah,
nyeri, dispnea yang berat.
b.
Atur tindakan pernapasan satu jam sebelum makan.
c.
Auskultasi bunyi abdomen, observasi distensi abdomen.
d.
Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
e.
Evaluasi status nutrisi.
terimakasih banyak, sangat membantu sekali
ReplyDeletehttp://obatleukemia.toko-gumilar.com/