Tuesday, June 30, 2015

ASKEP GAGAL NAPAS PADA ANAK

TINJAUAN TEORI

A.  Definisi
Gagal nafas adalah  ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. (Merenstein, 1995)
Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. (Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985)
B.   Etiologi
1.      Faktor predisposisi
Terjadinya gagal nafas pada bayi dan anak dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda dengan orang dewasa, yaitu :
1.      Struktur anatomi
a.       Dinding dada
Dinding dada pada bayi dan anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horisontal dan pertumbahan otot interkostal yang belum sempurna, menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas.
b.      Saluran pernafasan
Pada bayi dan anak relatif lebih besar dibandingkan dengan dewasa. Besar trakea neonatus 1/3 dewasa dan diameter bronkiolus ½ dewasa, sedangkan ukuran tubuh dewasa 20 kali neonatus. Akan tetapi bila terjadi sumbatan atau pembengkakan 1 mm saja, pada bayi akan menurunkan luas saluran pernafasan 75 %. 
c.       Alveoli
Jaringan elastis pada septum alveoli merupakan ‘ elastic recoil ’ untuk mempertahankan alveoli tetap terbuka. Pada neonatus alveoli relatif lebih besar dan mudah kolaps. Dengan makin besarnya bayi, jumlah alveoli akan bertambah sehingga akan menambah ‘ elastic recoil’.
2.      Kerentangan terhadap infeksi
Bayi kecil mudah terkena infeksi berat seperti pneumonia, pada anak kerentangan terhadap infeksi traktus respiratorius merupakan faktor predisposisi gagal nafas.
3.      Kelainan konginetal
Kelainan ini dapat mengenai semua bagian sistem pernafasan atau organ lain yang berhubungan dengan alat pernafasan.
4.      Faktor fisiologis dan metabolik
Kebutuhan oksigen dan tahanan jalan nafas pada bayi lebih besar daripada dewasa. Bila terjadi infeksi, metabolisme akan meningkat mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat. Kebutuhan oksigen tersebut di capai dengan menaikkan usaha pernafasan, dengan akibat pertama adalah kehilangan kalori dan air; Kedua dibutuhkan kontraksi otot pernafasan yang sempurna. Karena pada bayi dan anak kadar glikogen rendah, maka dengan cepat akan terjadi penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme anaerib akibatnya terjadi asidosis.

2.      Sebab gagal nafas
Jenis penyakit penyebab gagal nafas pada bayi / anak
penyebab
Bayi / Anak
Jalan nafas bagian atas :
Faring



Laring





Trakea

Jalan nafas bagian bawah

 Bronkus/bronkiolus



 Alveoli





 Kompresi pulmonal



Susunan saraf


Makroglosis
Hipertropi tonsil


Laringotrakeobronkitis
Epiglotis akut
Laringitis difterika
Edema/stenosis pasca intubasi


Benda asing




Bronkiolitis
Status asmatikus


Pneumonia
Kelainan jantung bawaan
Trauma
Luka bakar


Pneumonia
Trauma dada


Trauma
Ensefalitis
Takaran obat berlebihan
Status epileptikus
Sindrom Guillain-Barre
Dikutip dari Brown dan Fisk, Anesthesia for Children, Intensive Care
    aspeect, Blackwell Scientific Publ (1979)


C.  Patofisiologi dan Pathway
Terdapat 2 mekanisme dasar yang mengakibatkan kegagalan pernafasan yaitu obstruksi saluran nafas dan konsolidasi atau kolaps alveolus. Apabila seorang anak menderita infeksi saluran nafas maka akan terjadi :
1.      Sekresi trakeobronkial bertambah
2.      Proses peradangan dan sumbatan jalan nafas
3.      aliran darah pulmonal bertambah
4.      ‘metabolic rate’ bertambah
Akibat edema mukosa, lendir yang tebal dan spasme otot polos maka lumen saluran nafas berkurang dengan hebat. Hal ini mengakibatkan terperangkapnya udara dibagian distal sumbatan yang akan menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi. Gangguan difusi dan retensi CO2 menimbulkan hipoksemia dan hipercapnea, kedua hal ini disertai kerja pernafasan yang bertambah sehingga menimbulkan kelelahan dan timbulnya asidosis. Hipoksia dan hipercapnea akan menyebabkan ventilasi alveolus terganggu sehingga terjadi depresi pernafasan, bila berlanjut akan menyebabkan kegagalan pernafasan dan akirnya kematian.
Hipoksemia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah pulmonal yang menyebabkan tahanan alveolus bertambah, akibatnya jantung akan bekerja lebih berat, beban jantung bertambah dan akirnya menyebabkan gagal jantung.
Akibat bertambahnya aliran darah paru, hipoksemia yang mengakibatkan permiabilitas kapiler bertambah, retensi CO2 yang mengakibatkan bronkokontriksi dan ‘metabolic rate’ yang bertambah, terjadinya edema paru. Dengan terjadinya edema paru juga terjadinya gangguan ventilasi dan oksigenisasi yang akhirnya dapat menimbulkan gagal nafas.



D.  Manifestasi klinik
Umum                    : kelelahan, berkeringat
Respirasi                 : wheezing, merintih, menurun/menghilangnya suara nafas,
   cuping  Hidung retraksi, takipnea, bradipnea atau apnea,
   sianosis.
Kardiovaskuler       : bradikardia atau takikardia hebat, hipotensi/hipertensi,
 pulsus  Paroksus 12 mmHg, henti jantung.
 Serebral                   : gelisah, iritabilitas, sakit kepala, kekacauan mental,
 kesadaran  Menurun, kejang, koma.
E.  Pemeriksaan penunjang
Pengenalan dini gagal nafas sulit diketahui secara klinis, pemeriksaan laboratorium yang terpenting untuk membantu diagnosa gagal nafas ialah pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui keadaan oksigenasi, ventilasi dan keseimbangan asam basa, saturasi O2 dan pH darah.
Pada pemeriksaan BGA pada gagal nafas akan didapat Hipoksemia, hiperkapnia, asidosis (respiratorik atau metabolik).

F.   Pengkajian keperawatan.
a.   Riwayat keluarga
·   Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan
·   Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.
b.  Kaji keadaan dada
·   Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan
·   Kaji adanya pembesaran anterior / posterior ukuran dada
·   Kaji peningkatan dan penurunan taktil fremitus
·   Kaji adanya retraksi otot supraklafikula, interkosta / subkostal
·   Kaji adanya hyperesonan (adanya distensi alveoli)
·   Kaji adanya ekspirasi yang memanjang.
c.   Observasi pernafasan :
·   Frekuensi
Kaji adanya takipnue, normal, bradipnue
·   Kedalaman
Normal, terlalu lambat (hypopnea), terlalu dalam (hyperpnea)
·   Kelancaran
Kurang usaha, dypnea, ortopnea berhubungan dengan adanya retraksi interkostal / substernal, adanya wheezing, pulsus paradoxus (tekanan darah turun saat inspirasi dan tekanan darah naik dengan ekspirasi)
·   Labored breating
Terus menerus, intermitten, secara tiba – tiba, kelelahan dalam usaha pernafasan.
·   Tanda – tanda infeksi
Peningkatan suhu tubuh, pembesaran nodus limfa, inflamasi membran mukus, keluarnya cairan purulen dari hidung dan kuping, adanya sputum yang purulen.
·   Batuk
Kaji karakteristik batuk (produktif/kering) kapan waktu terjadinya batuk (hanya malam hari/setiap waktu), frekuensi batuk yang berkaitan dengan aktivitas dan suhu.
·   Wheezing
Kapan terjadinya wheezing; saat inspirasi / ekspirasi, apakah memanjang, terjadi secara tiba-tiba/berlahan-lahan.
·   Sianosis
Catat distribusi sianosis (periperal, daerah bibir, wajah), derajat, durasi, keterkaitan dengan aktivitas.
·   Nyeri dada
Terjadi pada anak – anak catat lokasi, penyebaran ke leher/abdomen, dalam/dangkal.

·   Sputum
Pasien anak – anak dapat mengeluarkan sputum pada bayi diperlukan section untuk mendapatka sempel, catat volume, warna, bau, viskositas.
·   Adanya pernafasan yang buruk
Berhubungan dengan infeksi pernafasan.
d.      Kaji tanda terjadinya hipoxia
o   Hypotensi/hypertensi
o   Dyspnea
o   Bradikardi
o   Sianosis : perifer / sentral
o   Somnolen
o   Stupor
o   Coma

H.  Diagnosa keperawatan dan Intervensi keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b/d perubahan suplay oksigen, perubahan aliran darah ke pulmonal.
Kriteria hasil :
Anak menunjukkan peningkatan kapasitas ventilasi dan pertukaran gas.
Intervensi :
o   Beri posisi yang dapat memaksimalkan ekspansi paru; tinggikan kepala selama tidak ada kontraindikasi, cek secara teratur posisi klien.
o   Pertahankan jalan nafas tetap terbuka, hindari hyperektensi leher gunakan ‘sniffing’ posisi, anjurkan anak untuk mengeluarkan sputum.
o   Beri bantuan oksigen
o   Jika perlu pertahankan anak tetap puasa
o   Kaji warna kulit
o   Observasi usaha nafas : Observasi pergerakan dada, kembang kempis dada dan penggunaan otot bantu pernafasan
o   Monitor BGA

2.      Resiko tinggi terjadi kematian b/d obstruksi jalan nafas.
Kriteria hasil :
Anak dapat bernafas, jalan nafas terbuka.
Intervensi :
o   Singkirkan penghalang (sekret) yang dapat menghalangi pertukaran udara (jika mungkin)
o   Hindari situasi yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau aktivitas yang memerlukan kebutuhan oksigen yang berlebihan.
o   Siapkan peralatan emergensi
o   Lakukan managemen emergensi jalan nafas (RJP) sesuai prosedur
3.      Gangguan proses keluarga b/d krisis situasi (penyakit serius pada anak)
Kriteria hasil :
Keluarga menunjukkan paham tentang penyakit anak dan dapat menggunakan koping yang efektif.
Intervensi :
o   Beri informasi kepada keluarga tentang proses penyakit pada anaknya
o   Terangkan tentang prosedur dan terapi yang diberikan
o   Beri informasi tentang kondisi anak
o   Anjurkan untuk mengekpresikan perasaan keluarga khususnya tentang kondisi dan prognosis anak.
o   Susun suport sistem keluarga.
4.      Intoleransi aktivitas b/d distress pernafasan
            Kriteria hasil  : anak mampu melakukan aktivitas tanpa merasa kelelahan.
            Intervensi       :
o   Kaji tingkat kemampuan aktivitas anak
o   Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
o   Atur posisi anak seseuai kebutuhan
o   Berikan periode istirahat dan hindari hal – hal yang melelahkan anak.



LAMPIRAN

BANTUAN HIDUP DASAR PEDIATRIK
Langkah – langkah tindakan resusitasi dapat dibagi menjadi tiga tahap :
Tahap I            : Bantuan hidup dasar (BHD),  terdiri atas :
                          A (Airway)    : menguasai jalan nafas
                          B (Breathing): membuat nafas buatan
                          C (Circulation) : membuat aliran darah buatan

Tahap II          : Bantuan hidup lanjutan (BHL), terdiri dari :
                          D (Drug)       : pengobatan dengan cairan dan obat
                          E (EKG)       : melakukan pemantauan dengan alat
                                                  elektrokardiografi
                          F (Fibrilasi)   : menilai pengobatan dengan defibrilator (untuk
                                                  fibrilasi  ventrikel)

Tahap III         : Bantuan hidup jangka panjang (BHJP), terdiri dari :
  G (Gauging)  : menilai keadaan korban masih dapat diselamatkan
                          atau   tidak   
  H (Human mentatiaon) : melakukan resusitasi lanjutan dengan
      orientasi   Otak
  I (Intensive care) : mengelola korban secara intensif


PENGKAJIAN
1.      Jika curiga trauma kepala, jangan pindahkan atau gerakkan kepala/leher anak.
Hindari memindahkannya kalau anak tidak dalam bahaya injuri lebih lanjut, jika anda akan membalikkan anak gulingkan kepala dan torso sebagai satu unit, dukung kepala dan leher untuk mencegah pergerakan yang dapat menyebabkan injuri lebih lanjut.
2.      Coba untuk membangunkan anak.
Tepuk anak dan panggil namanya dengan keras atau kibaskan ujung kakinya dan lihat adanya respon / pergerakan.
3.      Segera cari bantuan.
4.      Jika anak tetap tidak berespon, mulai lakukan CPR segera dengan membuka jalan nafas anak.
5.      Jika ada orang lain bersama anda, minta untuk menelpon 118 (gawat darurat) untuk minta bantuan.
Jika anda sendirian tetaplah memulai RJP secepatnya, tidak usah berhenti untuk menelpon 118, lakukan RJP selama 1 menit, lalu telepon 118 gawat darurat secepatnya.

A = AIRWAY (JALAN NAFAS)
1.      Tempatkan anak dengan posisi telentang (dengan punggung) pada permukaan yang keras dan rata.
2.      Posisi kepala dengan tepat dan buka jalan nafas dengan meletakkan tangan penolong pada dahi dan letakkan jari (bukan ibu jari) dari tangan yang lain dibawah tulang rahang bawah dekat pertengahan dagu.
Hati – hati, jangan terlalu mendorong dahi terlalu jauh kebelakang  atau memberikan tekanan terlalu kuat pada rahang bagian bawah.
Pastikan bibir anak terbuka, kemudian angkat dan miringkan sedikit  kepala kebelakang untuk menposisikan titik langit – langit hidung agar memudahkan pemberian O2.  Posisi ini penting untuk mengalirkan udara masuk batang tenggorokan kemudian menuju ke paru-paru.
3.      Jika terdapat muntahan, bersihkan mulut anak sebelum memberikan bantuan pernafasan.
4.      Bersihkan sekret atau muntahan dengan jari atau spuit balon setelah memiringkan kepala anak.
Jika menggunakan spuit balon, peras dulu sebelum meletakkannya kedalam mulut, kemudian lepaskan tekanan balon untuk memindahkan meterial.
a. Jika penolong melihat objek (sekret atau muntahan), masukkan tangan lain   ke dalam mulut.
b.Gerakkan / pindahkan jari ke arah anda ke dalam bagian belakang tenggorokan. Tindakan ini akan membantu membuang benda asing.

B = BREATING (PERNAFASAN)
5.      Jika mulut sudah bersih, kembalikan posisi kepala dan obserfasi dada untuk mengetahui apakah anak mulai bernafas. Tempatkan telinga penolong dekat dengan mulut anak dan lihat, dengarkan, rasakan nafas anak selama 3 – 5 detik.
6.      Jika anak tidak mulai bernafas, penolong harus memberikan  bantuan nafas pada anak.
a.       Buka lebar mulut anak, tutup hidung dengan jari dan tutup mulut anak dengan mulut anda.
b.      Beri 2 tiupan pelan sekitar 1- 1 ½ detik lamanya, berhenti sebentar untuk menarik nafas.
Setiap tiupan nafas harus cukup untuk mengangkat atau mengembangkan dada.
7.      Jika penolong tidak melihat pengembangan dada, kembalikan posisi kepala dan coba lagi.
Setelah reposisi kepala, jika anda tetap tidak melihat pengembangan dada, ikuti untuk perawatan anak tersedak.
8.      Jika anak muntah, miringkan kepala dan bersihkan mulut dengan jari atau dengan spuit balon.

C = CIRCULATION (SIRKULASI)
9.      Setelah memberikan 2 tiupan nafas dan melihat pengembangan dada, jika anak belum bernafas periksa nadi anak.
10.  Tempatkan jari telunjuk dan jari tengah anda dengan ringan pada lengan   bagian dalam  dekat tubuh anak. Rasakan selama 5 detik. Lakukan ini sebelum kasus menjadi lebih gawat.
11.  Jika  terdapat nadi tetapi tidak ada pernafasan, teruskan berikan nafas bantuan sampai anak mulai bernafas.
Pada banyi, anak 1 – 8 tahun,  kecepatan kira-kira 1 kali nafas setiap 3 detik atau 20 kali per menit.
Bantuan pernafasan merupakan hal yang diperlukan agar dapat mulai bernafas kembali.
Jika sudah dapat bernafas, lihat langkah nomor 18.
12.  Lakukan RJP (kompresi jantung) jika tidak ada nadi.
13.  Berikan posisi yang tepat untuk melakukan kompresi jantung.
Gunakan satu tangan untuk memegang kepala anak pada posisi yang benar. Gunakan  tangan lain, tarik garis imajinsi yang menghubungkan putting anak dan letakkan 2 jari pada titik di bawah garis imajiner pada tulang rusuk.
14.  Gunakan jari tengah dan kelingking, tekan pada tulang rusuk dengan jarak ½ - 1 inci ulangi tekan 5 kali. Setiap setelah 5 kali kompresi berhenti dan beri anak 1 kali bantuan nafas.
15.  Tekan dada kurang lebih 100 kali per menit.
Untuk menghindari tidak terlalu cepat hitung 1, 2, 3, 4, 5 dikepala anda.
16.  Setelah sekitar 1 menit, berhenti dan periksa anak untuk melihat apakah anak mulai bernafas atau nadi muncul.
Panggil nomor darurat 118 jika anda sendiri.
Jika anda akan memindahkan anak untuk mendapatkan bantuan/menghindari bahaya, usahakan untuk tidak menghentikan RJP lebih dari 5 detik.
17.  RJP dapat dihentikan jika setelah satu ini muncul :
a.       Anak mulai bernafas dan detak jantung mulai kembali normal.
b.      Anda digantikan oleh orang lain yang dapat melakukan CPR.
c.       Anda memperoleh bantuan medis dan sudah dimulai tindakan lain.
d.      Anda kelelahaN

18.   Posisi pemulihan (Recovery Position).
Jika anak mulai bernafas sendiri dan tidak dicurigai adanya injuri, letakkan anak dengan posisi miring dengan kepala direbahkan pada lengan dan dengan tungkai sebelah atas ditekuk lututnya dan istirahatkan pada permukaan yang kuat dan rata.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN BICARA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DENGAN GANGGUAN BICARA 



I.       Pendahuluan

            Kemampuan bahasa membedakan manusia dan binatang. Kemampuan bahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak.Karena kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada siystem lainnya, sebab melibatkan kemampuan kognitif, sensori, motorik, psikologis, emosi dan  lingkungan disekitar  anak. ( Soetjiningsih.1995 ).
            Perkembangan ucapan serta bahasa yang didapat diperlihatkan oleh seorang anak merupakan petunjuk yang kelak penting untuk menentukan kemampuan anak tersebut untuk belajar. Perkembangan bicara dan berbahasa merupakan petunjuk dini yang lazim untuk mengetahui ada atau tidak adanya disfungsi serebral atau gangguan neorologik ringan, yang kelak dapat dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan tingkah laku dan kemampuan belajar. Bahasa dapat dirumuskan sebagai pengetahuan tentang sistim lambang yang dipergunakan dalam komunikasi yang dilakukan secara lisan (Nelson, 1994).
            Bahasa berhubungan dengan kemampuan kognitif. Kemampuan bahasa dapat diperlihatkan dengan berbagai cara seperti dengan cara bagaimana anak tersebut memberikan respon atas petunjuk-petunjuk lisan yang diberikan kepadany, dengan gerakan-gerakan yang diperlihatkan oleh anak yang bersangkutan untuk mengkomunikasikan kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan serta pengetahuan tentang lingkungan yang berada di sekelilingnya serta memulai permainan  keatif dan imajinatif yang diperlihatkan oleh anak itu ( Nelson, 1994 ). Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak, emosi dan lingkungannya.
            Menurut NCHS berdasar atas laporan orang tua, diperkirakan gangguan wicara dan bahasa pada anak sekitar 4-5% ( diluar gangguan pendengaran serta cela platum ). Deteksi dini perlu ditegakan, agar penyebabnya segera dicari, sehingga pengobatannya dapat dilakukan seawal mungkin.

II.    Perkembangan bahasa secara normal pada anak.
     Dapat dibagi dalam beberapa fase yaitu :
  1. Umur 1 tahun dapat berbicara dua atau tiga kata yang sudah bermakna. Contoh menirukan suara binatang, menyebutkan nama “papa” ,“mama”.Dalam berbicara 25% kata-katanya tidak jelas dan kedengarannya tidak biasa ( unfimiliar ).
  2. Umur 2 tahun dapat menggunakan 2 sampai 3 phrase serta memiliki perbendaharaan bahasa kurang lebih 300 kata, serta mampu menggunakan kata” saya,” “milikku. 50% kata-katanya konteksnya belum jelas.
  3. Umur 3 tahun berbicara 4 hingga 5 kalimat serta memiliki sekitar 900 kata. Dapat menggunakan kata siapa, apa, dan dimana dalam menanyakan suatu pertanyaan. 75% kata-kata dan kalimat jelas.
  4. Umur 4-5 tahun memiliki 1500-2100 kosa kata. Dapat menggunakan grammar dengan benar terutama yang berhubungan dengan waktu. Dapat menggunakan kalimat dengan lengkap baik, kata-kata, kata kerja, kata depan, kata sifat maupun kata sambung. 100% kata-kata sudah jelas dan beberapa ucapan masih belum sempurna.
  5. Umur 5-6 tahun memiliki 3000 kata, dapat menggabungkan kata jika, sebab, dan mengapa.

III. Kegagalan yang sering ditemukan pada komunikasi selama perkembangan anak.
  1. Kesalahan dalam bahasa
    • Kesalahan dalam mengartikan suatu kata
    • Kesalahan dalam mengorganisir kata dalam kalimat
    • Kesalahan bentuk kata
  2. Kegagalan bicara
    • Gagap
    • Kekurangan dalam artikulasi
    • Kerusakan alat artikulasi

IV. Macam-macam kegagalan bicara yang ditemukan pada anak-anak.
1.         Umur 2 tahun kesalahan dalam mengartikan kata-kata, kesulitan dalam mengikuti ucapan, gagal dalam berespon terhadap suara.
2.         Umur 3 tahun bicara yang tidak jelas, kegagalan menggunakan 2 atau 3 kata, lebih banyak menggunakan vokal dibanding konsonan.
3.         Umur 5 tahun struktur kata tidak benar.



VI. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Fokus pengkajian pada anak 2 – 3 tahun yang mengalami gangguan bicara :
A.       Data Subyektif :
1.         Pada anak yang mengalami gangguan bahasa :
a.         Umur berapa anak saudara mulai mengucapkan satu kata ?
b.         Umur berapa anak saudara mulai bisa menggunakan kata dalam suatu kalimat ?
c.         Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam mempelajari kata baru ?
d.        Apakah anak anda sering menghilangkan kata-kata dalam kalimat yang diucapkan dalam kalimat yang diucapkan ?
e.         Siapa yang mengasuh di rumah ?
f.          Bahasa apa yang digunakan bila berkomunikasi di rumah ?
g.         Apakah pernah diajak mengucapkan kata-kata.
h.         Apakah anak anda mengalami kesulitan dalam menyusun kata-kata ?

2.         Pada anak yang mengalami gangguan bicara :
a.         Apakah anak anda sering gugup dalam mengulang suatu kata ?
b.         Apakah anak anda sering merasa cemas atau bingung jika ingin mengungkapkan suatu ide ?
c.         Apakah anda pernah perhatikan anak anda memejamkan mata, menggoyangkan kepala, atau mengulang suatu frase jika diberikan kata-kata baru yang sulit diucapkan ?
d.        Apa yang anda lakukan jika hal di atas ditemukan ?
e.         Apakah anak anda pernah/sering menghilangkan bunyi dari suatu kata ?
f.          Apakah anak anda sering menggunakan kata-kata yang salah tetapi mempunyai bunyi yang hampir sama dngan suatu kata ?
g.         Apakah anda kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda ?
h.         Apakah orang lain merasa kesulitan dalam mengerti kata-kata anak anda ?
i.           Perhatikan riwayat penyakit yang berhubungan dengan gangguan fungsi SSP seperti infeksi antenatal (Rubbela syndrome), perinatal (trauma persalinan), post natal (infeksi otak, trauma kepala, tumor intra kranial, konduksi elektrik otak).



B.       Data Obyektif :
1.         Kemampuan menggunakan kata-kata.
2.         Masalah khusus dalam berbahasa seperti (menirukan, gagap, hambatan bahasa, malas bicara).
3.         Kemampuan dalam mengaplikasikan bahasa.
4.         Umur anak.
5.         Kemampuan membuat kalimat.
6.         Kemampuan mempertahankan kontak mata.
7.         Kehilangan pendengaran (Kerusakan indra pendengaran).
8.         Gangguan bentuk dan fungsi artikulasi.
9.         Gangguan fungsi neurologis.

VII.                      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada anak yang mengalami gangguan bicara meliputi :
1.         Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa.
2.         Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alat-alat artikulasi.
3.         Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran.
4.         Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa.
5.         Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak berkomunikasi.
6.         Gangguan komunikasi berhubungan dengan kecemasan.
7.         Gangguan komunikasi berhubungan dengan kurangnya kemampuan memori dan kerusakan sistem saraf pusat.


D.       Rencana Intervensi Keperawatan
Diagnose Keperawatan
Intervensi
Rasional
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kurangnya stimulasi bahasa

-            Lakukan latihan komunikasi dengan  memperhatikan perkembangan mental anak

-            Lakukan komunikasi secara komprehensif baik verbal maupun non verbal.


-            Berbicara sambil bermain dengan alat untuk mempercepat persepsi anak tentang suatu hal.

-            Berikan lebih banyak kata meskipun anak belum mampu mengucapkan dengan benar.

-            Lakukan sekrening lanjutan dengan mengggunakan Denver Speech Test.

-            Latihan bicara yang sesuai dengan perkembangan anak akan menghindari ekploatasi yang berakibat penekanan fungsi mental anak.
-            Komunikasi yang komprehensif akan memperbanyak jumlah stimulasi yang diterima anak sehingga akan memperkuat memori anak terhadap suatu kata.
-            Bermain akan menigkatkan daya tarik anak sehingga frekwensi dan durasi latihan bisa lebih lama.
-            Anak lebih suka mendengarkan kata-akat dari pada mengucapkan karena biasanya kesulitan dalam mengucapkan.
-            Untuk mengetahui jenis dan beratnya gangguan serta keterlambatan  dalam berbicara pada anak.

Gangguan komunikasi berhubungan dengan kerusakan fungsi alat-alat artikulasi

-            Stimulasi bahasa dan latihn bicara tetap dilakukan sesuai dengan perkembangan mentak anak.

-            Kolaborasi: dengan ahli bedah untuk perbaikan alat-alat artikulasi.

-            Untuk mengindari  keter-lambatan perkembangan mental, bahasa maupun bicara  ketika alat artikulasi sudah bisa  diperbaiki.
-            Perbaikan alat-alat artikulasi hanya bisa dilakukan secara optimal dengan pembedahan.

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran






Gangguan komunikasi berhubungan dengan hambatan bahasa

-            Lakukan latihan komunikasi, dan stimulasi dini dengan benda-benda atau dengan menggunakan bahasa isyarat serta biasakan anak melihat artikulasi  orang tua dalam berbicara.
-            Perhatikan kebersihan telinga anak


-            Kolaborasi  dengan rehabilitasi untuk penggunaan alat bantu dengar.
-            Gunakan bahasa yang sederhana dan umum digunakan dalam komunikasi sehar-hari.

-            Gunakan verifikasi bahasa sesuai dengan tingkat kematangan dan pengetahuan anak.
-            Agar stimulasi tetap diterima anak sesuai dengan perlembangan mental anak yang didasarkan atas kemampuan penerimaan anak terhadap informasi yang diberikan
-            Ganguan pendengaran sering disebabkan oleh adanya hambatan pendengaran akibat adanya kotoran ditelinga.
-            Alat bantu dengar diharapkan mampu mengatasi hambatan pendengaran pada telinga anak.
-            Untuk memudahkan pemahaman  menghindari stress dan kebingungan anak yang akibat bahasa yang berubah-ubah.
-            Difersifikasi bahasa dapat diberikan jika kemampuan mental anak sudah matang seperti setelah  umur 9 tahun, karena perkembangan selsel otak anak sudah mulai maksimal.

Kecemasan orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak berbicara

-            Gali kebiasaan komunikasi dan stimulasi orang tua terhadap anak.


-            Berikan penjelasan tentang kondisi anaknya secara jelas, serta kemungkinan penanganan lanjutan, prognose serta lamanya tindakan atau pengobatan.

-            Untuk dapat menggali efektivitas dan kemampuan serta usaha yang telah dilakukan oleh orang tua,  untuk mengindari overlaping tindakan yang berakibat orang tua menjadi bosan.
-            Pengikutsertaan keluarga terhadap perawatan anak secara langsung  akan mampu mengurangi tingat kecemasan orang tua terhadap keadaan anaknya.

Gangguan komunikasi berhubungan dengan kecemasan

-            Hindari bicara pada saat kondisi bising.

-            Lakukan komunikasi dengan posisi lawan bicara setinggi  badan anak.

-            Lakukan latihan bicara sambil bermain dengan mainan kesukaan anak.

-            Komunikasi tidak efektif sehingga anak menjadi irritabel.
-            Untuk meningkatkan pandangan mata dan efektivitas komunikasi sehingga anak merasa lebih nyaman.
-            Agar anak lebih tertarik dan tidak lekas bosan.

Gangguan komunikasi berhubungan dengan kurangnya kemampuan memori dan kerusakan sistem saraf pusat.
-            Lakukan observasi dan pemeriksaan fisik  neurologi secara mendetail.
-            Kolaborasi pemeriksaan EEG
-            Untuk mengetahui kemungkinan posisi kelainan dalam otak.
-            Untuk mengetahui kemungkinan kelainan pada SSP anak.